Beranda | Artikel
Hadits Berlomba dalam Kebaikan
17 jam lalu

Hadits Berlomba dalam Kebaikan merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Mukhtashar Shahih Muslim yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Ahad, 18 Jumadil Awal 1447 H / 9 November 2025 M.

Kajian Hadits Tentang Berlomba dalam Kebaikan

“Wahai Rasulullah, orang-orang kaya itu pergi membawa pahala yang besar. Mereka salat sebagaimana kami salat, mereka puasa (saum) sebagaimana kami puasa, tetapi mereka bisa bersedekah dengan kelebihan harta mereka, sedangkan kami tidak.”

Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ

“Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan untuk kalian sesuatu yang bisa kalian sedekahkan? Sesungguhnya, setiap tasbih itu sedekah, setiap takbir itu sedekah, setiap tahmid itu sedekah, setiap tahlil itu sedekah, menyuruh kepada yang makruf sedekah, melarang dari yang mungkar sedekah, dan bahkan pada kemaluan salah seorang dari kalian itu sedekah.”

Para Sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, apakah salah seorang dari kami mendatangi syahwatnya (istrinya) dan ia mendapat pahala?”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab:

 أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا في حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا في الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْر

“Bagaimana pendapat kalian kalau ia meletakkan kemaluannya di tempat yang haram, bukankah itu dosa? Demikian pula apabila ia letakkan kemaluannya di tempat yang halal, maka itu adalah pahala.” (HR. Muslim)

Hadits lain yang serupa diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa kaum fakir miskin dari Muhajirin datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan berkata:

“Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah pergi membawa derajat yang sangat tinggi dan kenikmatan yang abadi.”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya, “Apa itu?”

Mereka menjelaskan, “Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami puasa. Mereka sedekah, tetapi kami tidak bisa sedekah. Mereka bisa memerdekakan budak, sementara kami tidak bisa.”

Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أَفَلَا أُعَلِّمُكُمْ شَيْئًا تُدْرِكُونَ بِهِ مَنْ سَبَقَكُمْ وَتَسْبِقُونَ بِهِ مَنْ بَعْدَكُمْ وَلَا يَكُونُ أَحَدٌ أَفْضَلَ مِنْكُمْ إِلَّا مَنْ صَنَعَ مِثْلَ مَا صَنَعْتُمْ؟

“Maukah aku beritahu kepada kalian suatu amalan yang dengannya kalian bisa menyusul orang-orang kaya yang sudah mendahului kalian, dan kalian bisa mendahului orang-orang setelah kalian, dan tidak ada seorang pun yang lebih utama dari kalian kecuali orang yang melakukan sama dengan yang kalian lakukan?”

Mereka menjawab, “Mau, wahai Rasulullah.”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

 تُسَبِّحُونَ وَتُكَبِّرُونَ وَتَحْمَدُونَ دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ مَرَّةً

“Kalian bertasbih, bertakbir, dan bertahmid setelah selesai salat sebanyak tiga puluh tiga kali.”

Rupanya para fuqara (fakir miskin) Muhajirin mengamalkan amalan tersebut. Namun, orang-orang kaya pun mengetahui amalan itu, sehingga mereka ikut mengamalkannya juga.

Para fuqara Muhajirin kemudian datang lagi kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan berkata:

“Wahai Rasulullah, saudara-saudara kami yang memiliki harta telah mendengar amalan yang kami lakukan, lalu mereka melakukan sama seperti yang kami lakukan.”

Melihat hal itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ

“Itu adalah karunia Allah ‘Azza wa Jalla yang Dia berikan kepada siapa yang Dia kehendaki.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat Muslim disebutkan, amalan tersebut adalah bertasbih dan bertahmid masing-masing 33 kali, kemudian takbir sebanyak 34 kali, sehingga jumlahnya genap 100 kali.

Dari hadits ini kita ambil faedah:

1. Keutamaan Para Sahabat dalam Berlomba Kebaikan

Faidah pertama dari hadits ini adalah keutamaan para Sahabat di mana mereka berlomba-lomba dalam kebaikan. Para Sahabat yang miskin tidak iri kepada orang kaya karena kekayaan duniawi mereka, melainkan karena orang kaya tersebut mampu beramal lebih, seperti bersedekah, berhaji, berumrah, memerdekakan budak, atau membiayai orang-orang yang pergi jihad. Hal inilah yang mendorong mereka untuk bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Sikap iri yang terpuji (ghibthah) seperti ini seharusnya menjadi teladan. Seseorang seharusnya iri kepada orang kaya yang dermawan dan pandai bersedekah, bukan kepada orang kaya yang pelit atau bergelimang maksiat, sebab kekayaan seperti itu hanya akan menjadi musibah dan azab.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

“Tidak boleh iri (dengki) kecuali kepada dua orang: (1) seorang yang Allah berikan kepadanya harta, lalu ia menggunakan hartanya itu di jalan yang benar, dan (2) seorang yang Allah berikan kepadanya hikmah (ilmu), lalu ia memutuskan dengannya dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Iri seperti ini akan memicu perlombaan dalam kebaikan. Dalam urusan amal shalih, lihat kepada yang lebih tinggi, sedangkan dalam urusan dunia, lihat kepada yang lebih rendah. Jika di dalam hati terdapat iri melihat orang yang lebih hebat dalam beramal, berarti ia termasuk orang yang bersemangat dalam berlomba-lomba meraih kebaikan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ

“Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 148)

2. Perbandingan Derajat Orang Kaya yang Bersyukur dan Orang Miskin yang Bersabar

Faidah kedua dari hadits ini adalah terjadinya perselisihan di kalangan ulama mengenai mana yang lebih utama: orang kaya yang bersyukur atau orang miskin yang bersabar.

Sebagian ulama berpendapat bahwa orang miskin yang bersabar lebih utama. Mereka berdalil dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

اطَّلَعْتُ فِي الْجَنَّةِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا الْفُقَرَاءَ

“Aku diperlihatkan surga, ternyata kebanyakan penduduknya adalah orang-orang fakir.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sebagian ulama lain berpendapat bahwa orang kaya yang bersyukur lebih utama daripada orang miskin yang bersabar. Alasannya, orang miskin harus sabar karena keadaannya memang mengharuskan sabar. Sementara itu, orang kaya dimudahkan mendapatkan kesenangan dan dibukakan pintu-pintu maksiat, tetapi ia bersabar dengan menahan diri agar tidak lalai dan tidak tertipu oleh hartanya. Kondisi menahan diri dari kelalaian saat bergelimang kesenangan dianggap lebih berat, karena sifat kesenangan cenderung membuat lalai dan membuat kesabaran seseorang pendek. Orang kaya yang tidak tertipu harta menunjukkan kehebatannya.

Mereka juga berdalil dengan hadits yang sedang dibahas, di mana orang miskin iri kepada orang kaya yang dapat mengamalkan amalan tambahan. Setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan amalan dzikir, orang kaya pun mengamalkannya. Menanggapi hal ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Itu adalah karunia Allah ‘Azza wa Jalla yang Dia berikan kepada siapa yang Dia kehendaki.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa yang paling tepat (rajih) adalah siapa pun yang paling bertakwa (diantara orang miskin dan kaya), dialah yang paling utama. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurat [49]: 13)

Apabila ketakwaan keduanya sama, maka derajatnya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala pun sama.

3. Mencari Amal Pengganti yang Selevel

Apabila seseorang tidak mampu melakukan suatu amal, hendaknya ia mencari amal lain yang selevel.

Karena orang miskin tidak mampu bersedekah atau memerdekakan budak, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membimbing mereka dengan amalan zikir (tasbih, tahmid, takbir 33 kali setelah shalat) yang dengannya mereka bisa mengejar orang-orang kaya dan mendahului orang-orang setelah mereka, kecuali yang melakukan amalan sama.

Demikian pula, apabila seseorang tidak mampu menunaikan ibadah haji, dapat dicari amalan yang nilainya setara dengan haji. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لَا يُرِيدُ إِلَّا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يُعَلِّمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حَجَّتُهُ

“Siapa yang pergi ke masjid, tidak ada niat kecuali untuk menuntut ilmu atau mengajarkan ilmu, maka ia pulang membawa pahala sebesar pahala haji yang sempurna hajinya.” (HR. At-Thabrani, dihasankan oleh Al-Albani)

Download mp3 Kajian

Mari turut membagikan link download kajian “Hadits Berlomba dalam Kebaikan” yang penuh manfaat ini ke jejaring sosial Facebook, Twitter atau yang lainnya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas kebaikan Anda. Jazakumullahu Khairan.

Telegram: t.me/rodjaofficial
Facebook: facebook.com/radiorodja
Twitter: twitter.com/radiorodja
Instagram: instagram.com/radiorodja
Website: www.radiorodja.com

Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui :

Facebook: facebook.com/rodjatvofficial
Twitter: twitter.com/rodjatv
Instagram: instagram.com/rodjatv
Website: www.rodja.tv


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55776-hadits-berlomba-dalam-kebaikan/